Memang sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa bencana bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Kejadian tersebut tidak ada yang tahu kapan, dimana dan karena apa bencana itu terjadi. Memang sebagian bencana terjadi karena ulah tangan jahil manusia yang serakah. Tetapi tidak semua bencana itu timbul akibat ulah tangan manusia, sebagai contoh gempa bumi, angin topan, tsunami dan lain sebagainya. Hanya tuhan yang tahu kapan bencana tersebut terjadi.
Sebagai renungan di Indonesia sendiri pada tanggal 26 Desember 2004 pukul 7.58 terjadi gempa besar di Samudra Hindia, gempa ini merupakan gempa megathrust bawah laut yang mengakibatkan tsunami. Gempa yang berkekuatan 9,1-9,3 Mw ini merupakan gempa terbesar ketiga yang pernah tercatat di seismograf dan memiliki durasi terlama sepanjang sejarah, yaitu sekitar 8,3 sampai 10 menit. Gelombang tsunami yang puncak tertingginya mencapai 30 m (98 kaki) ini menewaskan lebih dari 230.000 orang dan meluluhlantakkan banyak pemukiman saat itu. Aceh merupakan daerah yang paling besar terkena dampak dari tsunami tersebut.
Media massa santer memberitakan bencana tsunami tersebut. Tidak cuma media lokal, bahkan sampai media internasionalpun memberitakannya. Gambar kantong-kantong jenazah, orang-orang menagis, orang-orang yang bersedih terpampang jelas di televisi, surat kabar dan bebagai media massa lainnya.
Bencana serupa juga terjadi di negeri sakura Sendai Jepang pada tanggal 11 Maret 2011, gempa dahsyat yang berkekuatan 8,9 SR menghantam timur laut Jepang, pada Jum’at siang dan memicu terjadinya bencana tsunami. Bencana tsunami tersebut mengakibatkan kerusakan diberbagai daerah industri, kebakaran terjadi dimana-mana, bahkan sempat terjadi kebocoran nuklir yang dapat mengakibatkan kematian. Tetapi media massa setempat tidak menayangkan gambar-gambar seperti apa yang ditayangkan oleh media massa di Indonesia.
Memang berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di Indonesia dan di Jepang pada bencana tsunami saat pemberitaan. Sebagai contoh ketika bencana tsunami terjadi di Jepang, tidak ada satupun televisi yang menyiarkan iklan perdagangan. Namun iklan di televisi diganti dengan iklan layanan kemanusiaan. Televisipun tidak menayangkan gambar-gambar atau liputan seperti di Indonesia. Jika media massadi Indonesia menayangkan beratus-ratus kantong mayat, orang-orang yang tampak sedih dan kebingungan mencarikeluarganya yang hilang. Lain lagi dengan Jepang, pemerintah pada saat itu melarang adanya iklan komersial untuk ditayangkan.
Dari sisi psikologis sendiri korban bencana tsunami di Indonesia sangat lama untuk pulih dari keterpurukan akibat kejadian tersebut. Beda halnya dengan di Jepang, korban cepat pulih dari keterpurukan akibat bencana tsunami yang melanda.
Oleh : Ahmad Aulia Asror (asr)
No comments:
Post a Comment