Warta Journalizm

Warta Journalizm KPI IAIN Kudus

Post Page Advertisement [Top]

KOMUNIKASI BEDA BUDAYA KEPERCAYAAN SUKU BATAK

KOMUNIKASI BEDA BUDAYA KEPERCAYAAN SUKU BATAK



Kebudayaan diartikan sebagai tumpuan, kepercayaan, nilai, agama, makna,  peran  dan  suatu  hubungan yang memiliki ciri khas dan dimiliki sekelompok besar orang dari generasi ke generasi (Mulyana,  2009).  Kebudayaan  sangat  erat dan  selalu  berhubungan  dengan  manusia dalam  setiap kegiatan acara maupun kesehariannya,  terutama  pada  kehidupan keluarga budaya Suku Batak. Kebudayaan suku Batak sangat menjunjung tinggi adat istiadat yang diterapkan   dalam   kehidupannya masing-masing. Prinsip kebudayaan suku Batak berpacu  pada  “Dalihan  Na  Tolu”  yang berfungsi  untuk  menentukan  posisi,   hak, kewajiban dan kedudukan seseorang dalam mengendalikan    tingkah    laku    seseorang dalam  kelompok  (Marbun  Hutapea,  1987). Semua   kebudayaan membutuhkan restu dari  setiap  masing  masing  pihak  keluarga, begitu juga dengan kebudayaan suku Batak.

Suku Batak merupakan salah satu golongan atau kelompok manusia yang anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya yang biasanya berdasarkan garis keturunan yang di anggap sama. suku batak merupakan suku yang berasal dari Sumatra utara  dan suku tersebut Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan tradisional, yakni ugamo Malim dan juga kepercayaan animisme.

Komunikasi  adalah  salah  satu  bagian dari hubungan antar manusia baik individu maupun     dalam kehidupan sehari-hari. Untuk melaksanakan sebuah  pernikahan tentu  tidak  lepas dari proses  komunikasi  budaya yang dibangun oleh kedua keluarga proses tersebut dilakukan   secara   berulang-ulang   hingga membentuk  pola  komunikasi  budaya  yang sesuai   dengan   prinsip Dalihan Na Tolu.

Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia, tetapi tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatra Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu pada zaman batu muda  hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak, maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatra Utara pada zaman logam.

Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang bernama Barus (Kecamatan), yang terletak di pesisir barat Sumatra Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Identitas Batak populer dalam sejarah Indonesia modern setelah di dirikan dan tergabungnya para pemuda dari Angkola, Mandailing, Karo, Pakpak, Simalungun, dan Toba di organisasi yang di namakan Jong Batak tahun 1926, tanpa membedakan Agama dalam satu kesepahaman.

Sebelum suku Batak menganut agama Kristen dan Islam, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi terhadap Mula Jadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaannya terwujud dalam Debata Natolu.Debata Natolu adalah Batara Guru, Debata Sori dan Mangala Bulan. Ketiga nama ini diyakini adalah pancaran Mulajadi Nabolon yang identik dikenal melalui warna, yakni Sinabara (merah), Puti (putih) dan Silintom (Hitam). Kepercayaan Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:

1.   Tondi: adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi didapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.

2.   Sahala: adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.

3.   Begu: adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.       

Penulis: Romy Hamdani Setiawan (Mahasiswa BKI IAIN Kudus)

 

No comments:

Post a Comment