Warta Journalizm

Warta Journalizm KPI IAIN Kudus

Post Page Advertisement [Top]

TUMBUHKAN KESADARAN INKLUSIVITAS, MAHASISWA PRODI AFI ADAKAN KUNJUNGAN KE PONDOK PESANTREN WARIA AL-FATTAH YOGYAKARTA

TUMBUHKAN KESADARAN INKLUSIVITAS, MAHASISWA PRODI AFI ADAKAN KUNJUNGAN KE PONDOK PESANTREN WARIA AL-FATTAH YOGYAKARTA

 


Warta Journalizm - Pada 13 Juli 2024 pukul 16.00 WIB, mahasiswa program studi Aqidah dan Filsafat Islam (AFI) bersama komunitas PAPPIRUS (Perkumpulan Pengembang Pendidikan Intereligius) mengadakan kunjungan ke Pondok Pesantren Waria Al-Fattah. Kunjungan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran inklusivitas dan mendalami nilai-nilai keberagaman dalam masyarakat. Kegiatan tersebut melibatkan diskusi serta sesi tanya jawab langsung oleh para transpuan yang ada di sana.

Selain diikuti oleh mahasiswa prodi Aqidah dan Filsafat Islam IAIN Kudus yang berjumlah 14 orang, kegiatan ini juga diikuti oleh 4 mahasiswa dari luar kampus seperti dari universitas di Jakarta dan Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta, serta 3 pengurus dari PAPPIRUS yakni sebuah komunitas yang berfokus pada pengembangan pendidikan intereligius dan inklusivitas dalam keberagaman. 

Ponpes waria Al-Fattah sendiri didirikan oleh Bapak KH Hamrori Harun dan Ibu Maryani di daerah Jagalan, Notoyudan, Yogyakarta. Ponpes ini didirikan pada tahun 2008 dengan harapan dapat menjadi wadah bagi transpuan untuk beribadah sesuai dengan gender mereka yang seringkali terpinggirkan dalam konteks agama. 

Waria atau wanita pria seringkali merasakan diri mereka sebagai laki-laki secara fisik tetapi terjebak dalam jiwa perempuan. Ini memengaruhi orientasi mereka dalam beribadah yang disesuaikan dengan cara laki-laki. Hal ini dibuktikan ketika mahasiswa menyaksikan sendiri bagaimana mereka beribadah saat sholat maghrib berjamaah. Kunjungan ini juga bertujuan untuk mendukung hak-hak transpuan dan meningkatkan pemahaman tentang pentingnya menghormati martabat manusia tanpa memandang gender. 

Selama kunjungan, mahasiswa dan anggota komunitas PAPPIRUS beinteraksi langsung dengan pengelola ponpes seperti Bunda Yuni Sara, Bunda Novi, Bunda Ruli dan para santri transpuan yang ada di sana. Diskusi yang dilakukan mencakup latar belakang pendirian ponpes yang muncul sebagai tanggapan terhadap kebutuhan komunitas transpuan untuk memiliki tempat ibadah yang aman dan sesuai dengan identitas mereka. Selain itu, kunjungan ini juga mengangkat isu-isu terkait tantangan yang dihadapi ponpes waria Al-Fattah, termasuk insiden pada tahun 2016 ketika sekelompok radikal berusaha membongkar kegiatan ponpes karena dianggap menyimpang. 

"Meskipun agama tidak menormalisasi keberagaman gender, prinsip hak asasi manusia (HAM) tetap harus dihormati," ungkap Bunda Novi, salah seorang transpuan yang kini dipercaya menjadi nyai di sana. Kunjungan ini diharapkan dapat mnyebarluaskan pesan inklusivitas dan membantu masyarakat untuk memandang waria atau transpuan sebagai individu dengan martabat dan hak yang sama.

Meskipun inklusivitas penting dalam menghormati hak setiap individu, namun menerima perbedaan tidak juga berarti menerima segala bentuk penyimpangan yang terjadi dalam setiap individu transpuan, terkhusus mengenai hubungan atau komitmen pasangan yang terbangun bersifat homoseksual. Dengan demikian, penting untuk menyeimbangkana penghormatan terhadap hak asasi manusia dengan pemeliharaan norma-norma agama maupun sosial.

No comments:

Post a Comment